Menumbuhkan dan Memupuk Passion Generasi Muda Sedari Dini: Kunci Keberhasilan Ketahanan Pangan Masa Depan

Siapa yang akan memberi makan lebih dari 300 juta penduduk Indonesia di masa depan? Jawabannya ada pada generasi muda. Namun, minat mereka pada sektor pertanian justru semakin menurun. Artikel ini mengupas strategi jitu untuk menumbuhkan passion generasi muda di bidang pertanian, mengubah citra petani menjadi lebih modern dan bergengsi, serta menjadikan agrikultur sebagai pilihan karier yang membanggakan.

Rizky Dian Ramadhan

9/23/20253 min read

Selama ini, profesi di bidang pertanian kerap dipandang sebelah mata. Banyak orang menganggap profesi seperti polisi, tentara, atau dokter lebih prestisius dan menjanjikan dari sisi ekonomi. Padahal, jika digeluti dengan kesungguhan, sektor pertanian justru mampu menghadirkan nilai ekonomis yang besar. Lebih dari itu, pertanian melalui ketersediaan pangan dapat mencerdaskan bangsa, menghilangkan kelaparan, memperkuat posisi politik negara, dan menyehatkan masyarakat.

Indonesia sedang menghadapi tantangan besar: pada tahun 2045, lebih dari 300 juta penduduknya membutuhkan kepastian pangan yang berkelanjutan. Para pemimpin bangsa berulang kali menekankan pentingnya ketahanan pangan, yang tentu saja hanya bisa dicapai jika tersedia sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dalam jumlah besar. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa jurusan terkait pertanian (seperti budidaya tanaman, peternakan, dan perikanan) sering dijadikan opsi kedua. Tantangan ini semakin berat dengan adanya perubahan iklim, yang memaksa sektor pertanian untuk beradaptasi menuju praktik yang lebih berkelanjutan.

Sayangnya, minat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian masih rendah (Nugraha, 2025). Hal ini ironis, mengingat generasi muda saat ini cenderung mengutamakan passion dan tujuan (purpose) ketimbang sekadar gaji tinggi atau stabilitas kerja. Studi lintas negara menunjukkan bahwa Gen Z mencari pekerjaan yang dapat membangkitkan semangat (spark their passion) sekaligus memberi ruang fleksibilitas dan makna sosial, bukan sekadar loyalitas jangka panjang (Khattab et al., 2022; Zaluzec, 2025). Oleh karena itu, langkah pertama untuk membangun SDM pertanian yang kuat adalah memperbesar peluang bagi anak muda untuk menemukan passion mereka di bidang ini.

Pertanian, meski telah ditopang oleh teknologi, tetap memiliki batasan alamiah seperti masa tanam dan panen yang tidak bisa di-"instankan". Artinya, dibutuhkan kesabaran, semangat, dan kecintaan dalam menjalaninya. Maka dari itu, passion menjadi fondasi utama. Untuk menumbuhkan passion tersebut, diperlukan “percikan” atau sparks rasa ingin tahu. Sparks bisa muncul dari mana saja: keluarga, lingkungan sekitar, sekolah, media sosial, hingga narasi publik. Namun, penelitian menegaskan bahwa percikan ini tidak boleh dibiarkan padam; ia harus dirawat agar bisa berkembang menjadi passion yang bertahan lama (Fredricks et al., 2010; Damon, 2008).

Merawat sparks dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, autonomy support: memberi ruang bagi anak muda untuk memilih jalannya sendiri, karena pilihan yang dirasa “milik pribadi” akan lebih langgeng (Chen & Cheng, 2024). Kedua, identity formation: mengaitkan minat dengan identitas diri, misalnya seorang anak desa yang bangga membangun bisnis pangan modern. Ketiga, social validation: membangun narasi publik yang menampilkan sosok petani modern dan entrepreneur pangan sebagai pekerjaan yang bergengsi dan keren. Keempat, pengalaman sukses kecil: melalui lomba hidroponik di sekolah, kompetisi inovasi pangan, atau inkubasi bisnis kecil yang memberi rasa percaya diri sekaligus membuktikan bahwa pertanian bisa menjadi jalur prestasi (Renninger & Hidi, 2015).

Upaya ini tentu memerlukan kerja kolektif. Pemerintah dapat berperan besar, misalnya dengan menyalakan sparks melalui jalur pendidikan formal sejak sekolah dasar dan menengah, lalu menyediakan jalur vokasi, kursus daring masif terbuka (MOOC), hingga inkubasi bisnis. Dunia industri pun perlu didorong untuk membuka peluang karier yang nyata di sektor pangan. Selain itu, negara perlu membangun narasi baru: bahwa petani bukan lagi warga kelas dua, melainkan bagian dari pembangun bangsa (nation builders) yang sama pentingnya dengan dokter, tentara, maupun profesi lainnya.

Dengan narasi yang berorientasi pada passion dan karier (passion-career driven) seperti ini, sektor pertanian akan mampu menarik lebih banyak anak muda, bahkan kalangan luas di luar generasi muda sekalipun. Karier yang bertahan lama bukan hanya soal gaji, melainkan tentang identitas, tujuan, dan relevansi sosial yang kuat. Pada akhirnya, masyarakat perlu memandang pertanian sebagai sesuatu yang seru, prestisius, dan menjanjikan kehidupan yang layak.

Di titik inilah pemerintah, masyarakat, dan keluarga memiliki peran krusial: menyalakan sparks melalui pendidikan dan media; membesarkannya dengan dukungan otonomi, identitas, validasi sosial, dan pengalaman sukses; serta menyediakan jalur yang jelas dari kurikulum hingga pasar kerja. Dengan begitu, akan lahirlah generasi muda yang tidak hanya mencintai pertanian, tetapi juga siap menjadikannya fondasi ketahanan pangan masa depan.

Referensi

Chen, H. Y., & Cheng, C. L. (2024). How can family contribute to youth’s purpose exploration and commitment? The roles of interest support and autonomy support. Journal of Happiness Studies, 25(8), 111.

Damon, W. (2008). The path to purpose: Helping our children find their calling in life. Simon and Schuster.

Fredricks, J. A., Alfeld, C., & Eccles, J. (2010). Developing and fostering passion in academic and nonacademic domains. Gifted Child Quarterly, 54(1), 18–30.

Khattab, N., Madeeha, M., Modood, T., Samara, M., & Barham, A. (2022). Fragmented career orientation: The formation of career importance, decidedness and aspirations among students. International Journal of Adolescence and Youth, 27(1), 45–59.

Nugraha, S. A. (2025, 30 Juni). Jumlah petani RI menurun, dosen UGM sebut perlunya siswa dikenalkan inovasi pertanian modern sejak dini. Universitas Gadjah Mada. Diakses pada 12 September 2025, dari https://ugm.ac.id/id/berita/jumlah-petani-ri-menurun-dosen-ugm-sebut-perlunya-siswa-dikenalkan-inovasi-pertanian-modern-sejak-dini/

Renninger, K. A., & Hidi, S. (2015). The power of interest for motivation and engagement. Routledge.

Zaluzec, J. A. (2025). Unlocking the next generation’s legacy: Deciphering motivational and leadership patterns for long-term community engagement among young professionals [Disertasi Doktoral, Concordia University Chicago].